Pemkot Balikpapan Perkuat Sinergi Atasi Kekerasan Anak dan Stunting Berbasis Keluarga

Balikpapan – Pemerintah Kota Balikpapan menegaskan komitmennya dalam menangani dua persoalan serius yang masih membayangi kualitas hidup anak di kota ini, yakni kekerasan terhadap anak dan stunting. Kedua isu tersebut dinilai memiliki akar yang sama: ketidakstabilan sosial ekonomi keluarga, yang kerap dipicu pengangguran, tekanan hidup, hingga lemahnya ketahanan keluarga.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Heria Prisni, menyampaikan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap anak maupun stunting yang pihaknya tangani berasal dari keluarga yang mengalami tekanan finansial atau tidak mendapatkan dukungan lingkungan yang memadai.
“Banyak kasus kekerasan terhadap anak yang kami tangani berakar dari tekanan ekonomi. Ada orang tua stres karena masalah keuangan lalu anak yang jadi pelampiasan. Begitu pula dengan stunting, itu muncul akibat kesulitan ekonomi keluarga,” ujar Heria, Rabu (23/07).
Untuk menjawab tantangan ini, DP3AKB membangun pendekatan kolaboratif lintas sektor. Sejumlah OPD dilibatkan, mulai dari Dinas Sosial, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Kesehatan, hingga Dinas Pendidikan. Tujuannya, agar penanganan terhadap keluarga yang rentan tidak dilakukan secara parsial, melainkan terintegrasi dalam satu ekosistem pelayanan.
“Kami bentuk pendekatan terintegrasi. Kami tidak hanya memberi pendampingan psikologis pada korban kekerasan atau keluarga berisiko stunting, tetapi juga menghubungkan mereka dengan pelatihan kerja, bantuan sosial, dan edukasi gizi,” jelasnya.
DP3AKB juga mendorong camat, lurah, hingga ketua RT agar aktif melakukan pemantauan dan pelaporan. Heria menilai partisipasi masyarakat di tingkat lokal merupakan kunci dalam upaya deteksi dini maupun intervensi cepat terhadap kasus kekerasan anak dan pencegahan stunting.
“Kami minta semua lini birokrasi di bawah untuk tidak menutup mata. Lingkungan punya peran besar. Kalau ada anak terlantar, keluarga bermasalah, atau ibu hamil dengan gizi buruk, harus segera dilaporkan dan ditangani bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Heria menegaskan pentingnya memperkuat sinergi lintas sektor dalam pelaksanaan program, seperti pengentasan kemiskinan yang dilakukan Dinas Sosial, peningkatan kualitas layanan posyandu oleh Dinas Kesehatan, serta edukasi gizi yang menyasar wilayah-wilayah padat penduduk dan daerah dengan tingkat stunting tinggi. Dinas Pendidikan juga ikut dilibatkan, terutama melalui guru dan wali kelas dalam proses identifikasi awal terhadap anak yang mengalami kekerasan atau pengabaian.
“Kami tidak hanya ingin membesarkan anak yang kuat, tapi juga membangun keluarga yang tangguh. Karena keluarga adalah benteng pertama perlindungan anak,” tutup Heria.
Melalui kerja kolaboratif ini, Pemkot Balikpapan berharap dapat menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, aman, dan suportif bagi anak-anak, sebagai bagian dari upaya mewujudkan generasi masa depan yang lebih berkualitas. (ADV)