Kesbangpol Dorong Literasi Politik Sejak Dini: Pemilih Pemula Jadi Fokus Utama Pembentukan Demokrasi Sehat

Balikpapan – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Balikpapan mulai memperluas peran bukan hanya sebagai pengawas stabilitas daerah, tetapi juga sebagai katalis tumbuhnya generasi pemilih yang lebih kritis dan cerdas. Fokus utamanya kini mengarah pada peningkatan literasi politik masyarakat, terutama di kalangan pemilih pemula, yang dinilai menjadi kunci keberlanjutan demokrasi di masa mendatang.
Kepala Kesbangpol Balikpapan, Sutadi, menegaskan bahwa kemampuan masyarakat dalam memahami dinamika politik bukan lagi kebutuhan tambahan, melainkan keharusan di tengah derasnya arus informasi digital. Ia menyebut literasi politik sebagai “filter pengaman” yang dapat mencegah warga terjebak hoaks, provokasi hingga bentuk-bentuk manipulasi politik lain.
“Literasi politik itu tameng dari hoaks dan apatisme. Kalau masyarakat paham politik, mereka bisa berpikir kritis dan ikut menjaga demokrasi tetap sehat,” ujarnya, Selasa (07/10).
Tidak sekadar mengajak masyarakat peduli pada pemilu, Kesbangpol kini mendorong warga untuk memahami politik dari hulu ke hilir — mulai dari hak dan kewajiban warga negara hingga dampak kebijakan publik dalam kehidupan sehari-hari. Sutadi menekankan bahwa partisipasi politik seharusnya tidak berhenti setelah seseorang mencoblos di TPS.
“Mereka harus tahu hak dan tanggung jawab sebagai warga negara, bukan hanya datang ke TPS,” tegasnya.
Tantangan terbesar bukan lagi rendahnya minat politik, melainkan derasnya gelombang informasi menyesatkan yang sering kali mengikis kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi. Tanpa kemampuan memilah informasi, masyarakat mudah terbawa opini tanpa dasar.
“Kita tidak bisa biarkan apatisme tumbuh. Demokrasi hanya bisa sehat kalau warganya peduli dan melek politik,” lanjut Sutadi.
Dengan melihat pemuda sebagai kelompok paling rentan sekaligus paling potensial, Kesbangpol mengembangkan berbagai program literasi politik berbasis edukasi langsung. Sekolah, kampus, organisasi pemuda hingga komunitas lokal menjadi mitra utama penyebaran pemahaman politik yang lebih inklusif.
“Kami turun ke sekolah dan kampus, mengajak generasi muda berdiskusi agar mereka paham bahwa politik bukan sesuatu yang kotor. Politik adalah sarana memperjuangkan kebaikan, selama dijalankan dengan kejujuran,” tambahnya.
Upaya ini bukan hanya tentang meningkatkan partisipasi pemilih, tetapi tentang membangun budaya demokrasi yang lebih matang — di mana publik tidak hanya mengikuti proses, tetapi memahami, mengkritisi, dan mengawalnya. Kesbangpol berharap, pemilih pemula hari ini bisa menjadi penopang demokrasi yang lebih sehat dan rasional di masa depan.
(Deb)




