Kemandirian Pangan Desa Sumber Sari Jadi Inspirasi Desa Lain di Kukar

TENGGARONG – Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur terus menunjukkan kiprahnya sebagai desa tangguh pangan.
Dengan basis pertanian yang kuat, desa ini bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan warganya, tetapi juga mencatat surplus yang menopang ketahanan pangan Kutai Kartanegara (Kukar).
Potensi yang dimiliki Sumber Sari tergolong lengkap. Desa ini memiliki 318 hektare sawah produktif, 50 hektare hortikultura, serta sektor perikanan yang terus berkembang.
Selain itu, perkebunan karet dan sawit juga menjadi bagian dari roda ekonomi masyarakat. Komposisi tersebut menjadikan Sumber Sari sebagai desa dengan struktur pangan dan ekonomi yang berlapis.
Kepala Desa Sumber Sari, Sutarno, menyebut keberhasilan desa tidak lepas dari dukungan pemerintah yang telah membangun jaringan irigasi sekunder dan tersier.
Namun, tantangan tetap muncul setiap kali musim kemarau panjang melanda. Sungai sebagai sumber utama pengairan kerap mengering, sehingga ancaman gagal panen membayangi.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah membantu melalui pembangunan sumur bor.
Hingga kini, sudah ada empat unit yang digunakan petani, dan jumlahnya akan terus ditambah. Keberadaan sumur bor terbukti menjadi penyelamat ketika sawah-sawah kekeringan.
“Kalau kondisi normal dengan hujan rutin aman saja, tetapi saat kemarau panjang sumur bor ini yang menyelamatkan tanaman padi,” ungkap Sutarno, Sabtu (7/6/2025).
Selain irigasi, modernisasi juga mulai menyentuh dunia pertanian di Sumber Sari. Para petani kini banyak memanfaatkan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Hand tractor, combine harvester, hingga drone penyemprot sudah digunakan, meski belum sepenuhnya menggantikan cara tradisional.
Menurut Sutarno, sebagian besar warga masih mempertahankan metode manual, terutama dalam proses tanam.
Alasannya, aktivitas itu menjadi sumber pendapatan harian bagi masyarakat yang menggantungkan hidup pada pekerjaan sawah.
Artinya, modernisasi dijalankan secara selektif, dengan tetap memperhatikan aspek sosial ekonomi.
“Menanam manual masih diperlukan. Dari situ warga memperoleh penghasilan tambahan, sehingga kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi,” jelasnya.
Kebijakan ini menunjukkan bagaimana Sumber Sari menjaga keseimbangan antara efisiensi teknologi dan keberlanjutan sosial.
Desa tidak serta-merta meninggalkan cara lama, melainkan menggabungkan inovasi dengan tradisi, sehingga hasil pertanian tetap maksimal sekaligus menjaga lapangan kerja.
Keberhasilan Sumber Sari juga berdampak lebih luas. Surplus beras dan komoditas hortikultura yang dihasilkan desa mampu menyuplai kebutuhan ke wilayah sekitar.
Dalam konteks krisis pangan global, kemandirian desa ini menjadi aset penting bagi Kukar.
Selain padi dan sayuran, sektor perikanan juga berperan besar. Tambak dan kolam warga mampu menyediakan ikan air tawar untuk konsumsi lokal.
Kehadiran perikanan memperkaya ragam pangan desa, sekaligus menekan ketergantungan pada pasokan luar daerah.
Dengan komposisi pangan yang berlapis, Sumber Sari tidak hanya berstatus sebagai
“lumbung beras,” tetapi juga desa mandiri pangan yang tangguh. Desa ini berpotensi menjadi role model pembangunan desa mandiri di Kukar.
Pemerintah daerah melihat Sumber Sari sebagai gambaran nyata bagaimana desa bisa mandiri menghadapi tantangan zaman.
Jika pola yang diterapkan desa ini direplikasi di wilayah lain, Kukar akan semakin siap menghadapi fluktuasi harga pangan maupun dampak perubahan iklim.
Lebih jauh, peran Sumber Sari juga sejalan dengan visi “Kukar Idaman Terbaik,” yang menempatkan desa sebagai garda terdepan pembangunan.
Desa tidak lagi sekadar penerima program, melainkan penggerak utama yang mampu menopang ekonomi daerah.
Dengan kombinasi lahan produktif, teknologi pertanian, inovasi air, serta kearifan lokal, Sumber Sari kini menjadi wajah baru ketahanan pangan Kukar. (*)