ADV PEMKAB KUKAR Kutai Kartanegara

Belajar dari Sumatera Utara, Kukar Matangkan Rencana Pabrik Minyak Makan Merah

CAPTION:ILUSTRASI- minyak makan merah.


TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tengah bersiap memasuki era baru dalam industri hilirisasi kelapa sawit.

Sebuah pabrik Minyak Makan Merah akan segera dibangun di Desa Kelekat, Kecamatan Kembang Janggut, dengan target penyelesaian dalam waktu empat tahun.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kukar, Sayid Fatullah, menyebutkan bahwa proyek ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur, tetapi juga langkah besar dalam menciptakan kemandirian pangan dan stabilitas harga minyak bagi masyarakat Kukar.

“Mudah-mudahan dalam waktu empat tahun, Pabrik Minyak Makan Merah di Desa Kelekat sudah bisa berdiri dan beroperasi,” ungkap Sayid pada Senin (10/3/2025).

Namun, Sayid menegaskan bahwa membangun pabrik minyak makan merah bukanlah tugas yang mudah. Ada banyak aspek teknis, regulasi, dan kesiapan infrastruktur yang perlu diselesaikan sebelum pabrik ini benar-benar bisa beroperasi secara optimal.

Minyak makan merah merupakan produk turunan kelapa sawit yang lebih sehat dan bernutrisi dibanding minyak sawit olahan biasa.

Selain memiliki kandungan vitamin A dan E yang tinggi, minyak ini juga dapat dijual dengan harga lebih murah dibanding minyak goreng komersial, menjadikannya solusi potensial bagi stabilitas harga minyak di dalam negeri.

Namun, sebelum pabrik ini bisa berdiri, ada sejumlah tahapan penting yang harus dilalui, termasuk pematangan lahan. Lokasi pabrik berada di kawasan rawa hasil hibah dari Pemerintah Desa Kelekat, sehingga membutuhkan proses pematangan lahan sebelum pembangunan bisa dimulai.

Perencanaan teknis dan studi kelayakan. Memastikan desain pabrik sesuai dengan kebutuhan produksi dan kapasitas sawit yang tersedia di Kukar.

Proses perizinan dan regulasi. Termasuk sertifikasi produk dan persetujuan dari berbagai pihak terkait, mengingat industri minyak makan merah masih tergolong baru di Indonesia.

Pengadaan alat dan mesin produksi. Memastikan teknologi yang digunakan sesuai standar industri dan ramah lingkungan.

Sayid mengakui bahwa proses ini tidak bisa dilakukan secara terburu-buru, mengacu pada pengalaman pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut di Muara Badak, yang membutuhkan waktu lima tahun sebelum benar-benar beroperasi.

“Lahan ini kan hibah, jadi kita tidak bisa memilih. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah mematangkannya dulu. Tapi yang jelas, proses hibahnya sudah selesai,” jelasnya.

Kehadiran pabrik minyak makan merah di Kukar bukan sekadar proyek industri biasa, tetapi juga bagian dari strategi besar dalam meningkatkan nilai tambah sektor perkebunan sawit lokal.

Saat ini, sebagian besar hasil panen kelapa sawit di Kukar dijual dalam bentuk mentah ke luar daerah, tanpa diolah terlebih dahulu.

Dengan adanya pabrik ini, Kukar dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak goreng karena dengan produksi minyak makan merah sendiri, Kukar bisa lebih mandiri dalam pasokan minyak untuk kebutuhan masyarakat.

Meningkatkan pendapatan petani sawit, dengan adanya industri hilir di dalam daerah, petani tidak perlu lagi menjual hasil panen dengan harga murah ke luar daerah.

Menyediakan minyak sehat dengan harga lebih murah, minyak makan merah lebih alami, tanpa proses rafinasi yang menghilangkan nutrisi penting.

Menambah lapangan kerja bagi masyarakat lokal dari operasional pabrik hingga distribusi, akan banyak peluang kerja yang terbuka bagi warga setempat.

Menurut Sayid, keberadaan pabrik ini juga akan membuka peluang bagi UMKM di sektor kuliner untuk mendapatkan bahan baku minyak yang lebih sehat dan terjangkau.

“Ini bukan hanya soal membangun pabrik, tapi bagaimana kita bisa menciptakan ekosistem industri yang memberikan dampak luas bagi ekonomi daerah,” tambahnya.

Sebagai bagian dari persiapan, Disperindag Kukar akan melakukan studi banding ke Deli Serdang, Sumatera Utara, tempat pabrik minyak makan merah pertama di Indonesia yang diresmikan oleh mantan Presiden Joko Widodo.

Kunjungan ini bertujuan untuk memahami proses produksi dari hulu ke hilir, serta mempelajari berbagai tantangan yang mungkin dihadapi dalam operasional pabrik di Kukar nanti.

“Studi ini penting agar kita bisa mengambil pelajaran dari daerah lain, sehingga saat pabrik di Kukar beroperasi, kita sudah siap dengan sistem yang matang,” jelas Sayid.

Selain studi banding, pemerintah juga akan bekerja sama dengan Lembaga Minyak Makan Merah Indonesia (LMMMI) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendukung keberlanjutan proyek ini.

Jika semua berjalan sesuai rencana, empat tahun dari sekarang, Kukar akan memiliki pabrik minyak makan merah yang bisa menjadi model bagi daerah lain di Kalimantan.

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan proyek ini berjalan sesuai target tanpa kendala administrasi, teknis, atau regulasi. Untuk itu, Sayid menegaskan pentingnya dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah, petani sawit, hingga masyarakat lokal.

“Kami ingin memastikan bahwa ini bukan hanya proyek pemerintah, tetapi juga proyek bersama yang manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh masyarakat Kukar,” tutupnya.

Dengan target penyelesaian pada tahun 2029, pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah di Desa Kelekat menjadi salah satu tonggak penting dalam mendorong kemandirian industri pangan dan memperkuat ekonomi berbasis hilirisasi sawit di Kutai Kartanegara. (*)