
TENGGARONG – Dunia investasi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur terus menunjukkan perkembangan signifikan.
Data terbaru Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kukar mencatat, hingga pertengahan 2025 terdapat sekitar 4.000 perusahaan menengah dan besar yang aktif beroperasi di wilayah ini.
Angka tersebut belum termasuk lebih dari 40 ribu unit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tersebar di seluruh kecamatan.
Kepala DPMPTSP Kukar, Alfian Noor, menjelaskan bahwa sebagian besar dari 4.000 perusahaan tersebut bergerak di sektor primer atau ekstraktif.
Sektor ini meliputi pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit, dan pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Kukar.
Sementara itu, jumlah perusahaan yang secara aktif melaporkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) tercatat sebanyak 1.235 perusahaan.
“Kalau dilihat dari jenis investasinya, sektor primer masih mendominasi. Perusahaan-perusahaan besar dengan modal besar banyak bergerak di bidang tambang, perkebunan, dan komoditas pertanian. Sedangkan UMKM yang jumlahnya mencapai 90 persen dari total pelaku usaha, umumnya beroperasi di sektor sekunder dan tersier,” ungkap Alfian, Sabtu (16/8/2025).
Ia menambahkan, investor yang dimaksud tidak hanya perusahaan besar, tetapi juga individu atau kelompok yang menanamkan modal untuk memperoleh keuntungan sesuai jenis usaha yang dijalankan.
Perbedaannya terletak pada skala modal dan jangkauan operasional. Usaha menengah dan besar memiliki modal lebih besar, infrastruktur lebih lengkap, dan biasanya masuk ke sektor dengan potensi nilai ekonomi tinggi.
Sebaran investasi, kata Alfian, mencakup seluruh kecamatan di Kukar, meskipun jumlah pelaku usaha bervariasi sesuai kondisi geografis, sumber daya alam, dan infrastruktur penunjang di wilayah tersebut.
Misalnya, di kecamatan yang dekat jalur distribusi utama atau memiliki akses ke pelabuhan, jumlah investasi sektor industri dan perdagangan lebih tinggi, sementara wilayah pedesaan cenderung didominasi usaha berbasis sumber daya alam.
Meski sektor ekstraktif masih mendominasi, DPMPTSP Kukar menilai ada peluang besar untuk mengembangkan sektor non-ekstraktif melalui hilirisasi industri.
Potensi ini meliputi pembangunan kawasan industri, penyediaan infrastruktur strategis melalui skema kerja sama investasi, hingga optimalisasi pemanfaatan aset daerah oleh swasta dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Target kami ke depan adalah mengarahkan investasi pada hilirisasi industri, sektor jasa, dan industri pengolahan. Kami juga ingin memperkuat sektor yang memberikan nilai tambah di daerah, bukan hanya mengandalkan pengolahan sumber daya mentah,” tegasnya.
Selain itu, menjaga iklim usaha yang kondusif menjadi salah satu prioritas. Menurut Alfian, pemerintah daerah terus menyiapkan instrumen kebijakan yang memberikan insentif bagi investor, memberikan penghargaan bagi pelaku usaha berprestasi, serta mengendalikan kegiatan usaha agar tetap sesuai aturan dan ramah lingkungan.
Dengan jumlah perusahaan yang besar dan dukungan kebijakan pemerintah, Alfian optimistis Kukar bisa menarik lebih banyak investor berkualitas yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.
“Kami ingin investasi tidak hanya tumbuh dari sisi angka, tetapi juga dari sisi kualitas dan dampaknya terhadap perekonomian lokal,” jelasanya.
Langkah penguatan sektor non-ekstraktif diharapkan tidak hanya memperluas lapangan kerja, tetapi juga mendorong distribusi pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di 20 kecamatan di Kukar.
Dengan begitu, potensi daerah dapat tergarap maksimal, sementara ketergantungan pada sektor ekstraktif bisa berkurang secara bertahap. (*)