LAYAK ANAK

DP3AKB Tekankan Perubahan Pola Pikir Masyarakat sebagai Kunci Keberhasilan Ruang Bermain Ramah Anak

Balikpapan – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan ruang publik ramah anak (RBRA) tidak hanya bergantung pada kelengkapan fasilitas, tetapi juga pada perubahan pola pikir masyarakat. Pernyataan ini disampaikan menyusul pelaksanaan audit Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) yang digelar oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI pada 24 hingga 28 November 2025.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala DP3AKB Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose, menjelaskan bahwa audit yang dilaksanakan bukan hanya penilaian teknis fasilitas, tetapi juga menjadi dorongan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya ruang bermain aman bagi tumbuh kembang anak.

“Pemerintah tidak bisa hanya memperbaiki fasilitas. Harus ada perubahan pada cara pandang masyarakat terhadap ruang bermain anak. Ini yang menjadi fokus utama dari program pemenuhan hak anak di kota kita,” ujarnya, Jumat (28/11).

Nursyamsiarni menjelaskan bahwa dalam proses audit yang berlangsung selama lima hari tersebut, tim audit tidak hanya mengevaluasi kelengkapan sarana dan prasarana, tetapi juga memastikan adanya kesadaran kolektif antara pemerintah dan masyarakat dalam merawat dan memperlakukan ruang bermain sebagai fasilitas yang edukatif, aman, dan inklusif.

“Audit ini ingin memastikan perubahan tidak hanya terjadi pada ketersediaan fasilitas. Cara pandang masyarakat juga harus berubah. Mereka sebagai pengguna harus bisa turut merawat fasilitas publik yang ada ini,” jelasnya lebih lanjut.

Penilaian yang komprehensif dalam audit ini mencakup beberapa aspek, antara lain:

  • Keamanan: Memastikan fasilitas bermain memiliki permukaan aman, rambu keselamatan, serta aksesibilitas bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
  • Kenyamanan: Ruang bermain harus mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung interaksi sosial positif di kalangan anak-anak.
  • Inklusivitas: Fasilitas yang ada harus mampu mengakomodasi semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.

Namun, aspek yang lebih penting menurut Nursyamsiarni adalah bagaimana pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan tujuan ruang bermain itu sendiri. Masyarakat tidak hanya perlu menggunakan fasilitas, tetapi juga turut serta dalam merawat dan menjaga fasilitas tersebut agar tetap aman dan bermanfaat bagi anak-anak.

“Kami ingin memastikan bahwa ruang bermain di Balikpapan tidak hanya baik secara fisik, tetapi juga berfungsi sebagai ruang interaksi positif dan aman. Pemerintah Kota Balikpapan berharap bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya merawat fasilitas ini, karena itu adalah investasi untuk masa depan anak-anak kita,” tambahnya.

Dalam konteks ini, DP3AKB juga mengajak seluruh warga Balikpapan untuk menjaga fasilitas yang ada, memahami aturan keselamatan, serta mengawasi penggunaan ruang publik agar anak-anak bisa beraktivitas dengan aman dan nyaman. Nursyamsiarni menekankan bahwa perubahan pola pikir masyarakat sangat penting untuk mendukung upaya teknis yang dilakukan melalui audit tersebut.

“Kami ingin semua pihak bisa memahami konsep Kota Layak Anak (KLA). Itu hanya bisa terwujud jika pemerintah, masyarakat, dan semua pihak bergerak bersama,” tutupnya.

Dengan adanya audit ini, Pemkot Balikpapan berharap tidak hanya meningkatkan kualitas fisik ruang bermain anak, tetapi juga membangun kesadaran kolektif untuk menciptakan lingkungan yang ramah, aman, dan inklusif bagi anak-anak. Pemerintah optimis bahwa kolaborasi antara semua pihak akan memperkuat komitmen untuk mewujudkan Balikpapan sebagai Kota Layak Anak. (deb)