RBRA di Sekitar Rumah Ibadah, Upaya Balikpapan Tanamkan Toleransi Sejak Dini

Balikpapan – Komitmen Pemerintah Kota Balikpapan dalam mewujudkan kota yang ramah anak kembali ditunjukkan lewat pembangunan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) di lokasi-lokasi strategis yang menyatu dengan kehidupan sosial warga. Tahun ini, pembangunan RBRA diarahkan ke kawasan sekitar rumah ibadah berbagai agama, sebagai bentuk nyata penghargaan terhadap keberagaman dan inklusivitas.
Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB), pemerintah mendorong agar RBRA tidak sekadar menjadi fasilitas fisik, melainkan ruang sosial yang hidup dan terbuka untuk semua kalangan. Kepala DP3AKB Kota Balikpapan, Heria Prisni, menyampaikan bahwa pendekatan ini sengaja diambil untuk menumbuhkan semangat toleransi sejak usia dini.
Ia menyebut pembangunan RBRA di dekat rumah ibadah umat Kristen sebagai simbol nyata bahwa seluruh anak, tanpa memandang latar belakang agama, budaya, maupun status sosial, berhak mendapatkan ruang aman untuk bermain, belajar, dan tumbuh bersama.
“Tahun ini kami membangun RBRA di sekitar rumah ibadah umat Kristen. Kami ingin semua anak merasa dihargai dan dilindungi, di mana pun mereka berada. Ini adalah bagian dari semangat kota yang menghargai keberagaman,” ungkap Heria, Jumat (13/06).
Ia menambahkan, perencanaan pembangunan RBRA sejak awal memang mengedepankan prinsip inklusif. Pemerintah memandang keberagaman masyarakat di Balikpapan bukan sebagai tantangan, tetapi sebagai kekuatan yang harus dimaksimalkan untuk membentuk ruang interaksi sosial yang sehat bagi generasi muda.
Heria percaya bahwa pertemuan anak-anak dari latar belakang berbeda di satu ruang bermain yang aman akan memperkuat rasa saling menghargai dan menumbuhkan sikap solidaritas. Dengan cara itu, RBRA berfungsi bukan hanya sebagai sarana rekreasi, tetapi juga sebagai media pendidikan sosial.
Lebih jauh, Heria menekankan bahwa RBRA juga dimanfaatkan sebagai ruang komunitas yang terbuka bagi kegiatan edukatif dan kolaboratif. DP3AKB berharap partisipasi aktif dari orang tua, komunitas lokal, hingga lembaga keagamaan dalam menjaga serta mengisi ruang tersebut menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
“RBRA bisa jadi tempat pertemuan keluarga, ajang berkegiatan warga, hingga wadah anak-anak berkreasi. Kami mengajak semua pihak menjaga fasilitas ini, bukan hanya secara fisik tapi juga dari segi nilai yang dibawanya,” ujarnya.
Pemerintah, lanjut Heria, ingin membentuk lebih dari sekadar taman bermain. Yang dibangun adalah ruang bersama, tempat anak-anak bisa mengalami kebersamaan tanpa batas identitas. Ia menyebut langkah ini sebagai bagian dari tanggung jawab moral kota terhadap masa depan warganya.
“RBRA bukan proyek biasa. Ini adalah simbol bahwa kota ini peduli pada tumbuh kembang anak-anaknya, pada harmoni sosial, dan pada masa depan yang inklusif. Dan keberhasilan itu hanya bisa dicapai jika masyarakat ikut merasa memiliki,” pungkasnya. (ADV)