LAYAK ANAK

DP3AKB Balikpapan Perkuat Kapasitas Pendamping dan Relawan KDRT untuk Respons Cepat dan Perlindungan Maksimal

Balikpapan – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan terus mendorong peningkatan kapasitas bagi para pendamping dan relawan yang menangani kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tujuan utama dari upaya ini adalah untuk memperkuat respons cepat serta memastikan pendampingan yang berbasis pada standar perlindungan korban.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala DP3AKB Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose, menyatakan bahwa pihaknya membutuhkan pendamping yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan dinamika kasus KDRT di lapangan. DP3AKB mencatat bahwa banyak relawan yang terlibat langsung dalam menangani kasus KDRT di tingkat masyarakat. Oleh karena itu, mereka harus siap dengan kemampuan dan pemahaman yang tepat.

“Kami melihat kasus KDRT memerlukan penanganan yang sensitif, cepat, dan tepat. Karena itu, kami mendorong pendamping dan relawan agar terus meningkatkan kapasitasnya dalam memberikan layanan perlindungan,” ujarnya, Senin (24/11).

Nursyamsiarni menjelaskan bahwa pendamping berperan sebagai garda terdepan dalam proses penanganan kasus KDRT, mulai dari identifikasi awal, asesmen risiko, hingga pendampingan korban sepanjang proses penyelesaian kasus. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas menjadi sangat mendesak agar para relawan dapat memahami prosedur penanganan, regulasi perlindungan, dan etika dalam pendampingan.

“Pendamping tidak hanya mendengar laporan, tetapi juga harus dapat menyusun asesmen risiko, memastikan korban aman, serta memberikan rujukan ke lembaga layanan. Semua itu memerlukan keterampilan teknis yang harus terus kami tingkatkan,” lanjutnya.

Menurut Nursyamsiarni, tren kasus kekerasan, termasuk KDRT, meningkat seiring perkembangan sosial dan tekanan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu, aparat kelurahan, lembaga perlindungan masyarakat, dan relawan komunitas harus memiliki kemampuan yang memadai untuk menghadapi kasus-kasus tersebut.

“Kami ingin semua pendamping memahami cara menghadapi korban tanpa menambah trauma. Penanganan berbasis empati dan standar perlindungan menjadi kunci agar korban merasa aman dan didengar,” jelasnya.

Peningkatan kapasitas, tambah Nursyamsiarni, tidak hanya dalam bentuk pelatihan teknis. Namun juga mencakup pembinaan mental dan komunikasi relawan. Program pelatihan ini mencakup simulasi penanganan kasus, teknik konseling dasar, sistem rujukan layanan, serta pemahaman hukum terkait perlindungan perempuan dan anak. Hal ini bertujuan agar seluruh pendamping memiliki standar kompetensi yang sama dan bekerja secara profesional.

“Pendamping sering menghadapi situasi emosional dan berisiko tinggi. Karena itu, kami menyiapkan materi mengenai manajemen stres dan komunikasi krisis agar mereka dapat bekerja lebih profesional dan efektif,” tambahnya.

Melalui penguatan kapasitas ini, DP3AKB berharap para pendamping dan relawan dapat lebih siap dalam memberikan perlindungan maksimal bagi korban KDRT dan menjalankan tugas mereka dengan penuh empati, profesionalisme, serta kepekaan terhadap kondisi emosional korban. (deb)