Angka Kekerasan Anak di Balikpapan Tinggi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dorong Masyarakat Lebih Peduli

Balikpapan – Angka kekerasan terhadap anak di Kota Balikpapan kembali menjadi sorotan setelah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) mencatat 170 kasus kekerasan anak hingga Oktober 2025. Jumlah ini dianggap masih terlalu tinggi dan memerlukan perhatian serius dari seluruh lapisan masyarakat.
Penata Kelola Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Roona Zahiidah, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah persoalan kompleks yang tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah. Ia menegaskan pentingnya keberanian warga untuk melaporkan setiap bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.
“Kekerasan anak masih menjadi tantangan besar bagi kami. Kami terus mendorong masyarakat untuk berani melapor jika melihat atau mengalami kekerasan, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan sekitar,” ujar Zahiidah dalam konferensi pers, Senin (17/11).
Zahiidah menjelaskan, banyak kasus baru terungkap setelah korban atau keluarga mengalami tekanan berkepanjangan. Rasa takut, malu, dan minimnya informasi mengenai layanan pengaduan menjadi penyebab mengapa banyak kasus terlambat dilaporkan.
“Sebagian besar kasus terlambat ditangani karena keluarga memilih untuk diam. Padahal, semakin cepat laporan diterima, semakin cepat pula kami dapat memberikan pendampingan dan perlindungan kepada anak,” lanjutnya.
DP3AKB, tambah Zahiidah, terus memperkuat layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk memudahkan masyarakat dalam melapor. Layanan ini mencakup konseling, pendampingan psikologis, serta koordinasi dengan kepolisian untuk penanganan kasus yang memerlukan intervensi hukum.
“Kami berupaya memastikan setiap laporan segera ditindaklanjuti. Anak yang menjadi korban harus segera mendapatkan perlindungan, baik secara fisik maupun psikologis,” tegasnya.
Zahiidah menambahkan, kekerasan terhadap anak dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, psikis, penelantaran, hingga eksploitasi digital yang semakin meningkat seiring pesatnya perkembangan media sosial. Oleh karena itu, ia menilai pentingnya peningkatan pemahaman masyarakat tentang tanda-tanda kekerasan.
“Masyarakat harus lebih peka. Perubahan perilaku anak, luka fisik yang tidak wajar, atau tekanan emosional yang terus-menerus bisa menjadi tanda-tanda kekerasan yang perlu diwaspadai,” tandasnya.
Selain itu, DP3AKB juga aktif melakukan sosialisasi di sekolah, komunitas, dan lingkungan RT untuk memperkuat sistem perlindungan berbasis masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mendorong orang tua, guru, dan warga untuk berperan sebagai pengawas sekaligus pelapor pertama jika menemukan dugaan kekerasan.
Pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak semakin mendesak, guna menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak-anak di Kota Balikpapan. (deb)




