LAYAK ANAK

Meningkatkan Perlindungan Anak di Sekolah: DP3AKB Balikpapan Gelar In House Training “Sekolah Ruang Aman untuk Anak”

Balikpapan – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan kembali mempertegas komitmennya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman bagi anak-anak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar In House Training (IHT) bertema “Sekolah Ruang Aman untuk Anak”. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali para pendidik dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya mendukung perkembangan akademik, tetapi juga kesejahteraan emosional dan fisik siswa.

Dalam kesempatan tersebut, Plt. Kepala DP3AKB Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose, menekankan pentingnya peran sekolah dalam memastikan bahwa setiap anak dapat tumbuh, belajar, dan berekspresi tanpa rasa takut atau tekanan. “Sekolah harus menjadi zona aman yang melindungi setiap peserta didik, terutama dari potensi kekerasan, diskriminasi, dan tekanan psikologis,” tegasnya.

Nursyamsiarni mengungkapkan bahwa DP3AKB mendorong agar setiap sekolah memperkuat sistem perlindungan anak, mengingat anak-anak berhak mendapatkan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar. “Tugas sekolah bukan hanya mengajar, tetapi juga menjadi pendamping yang mendukung perkembangan emosional dan mental siswa,” tambahnya.

Lebih lanjut, Nursyamsiarni menjelaskan, dalam IHT ini, para peserta dilatih untuk memahami lebih dalam tentang cara mengidentifikasi, menangani, dan mencegah potensi kekerasan di lingkungan sekolah. Fasilitator menyampaikan berbagai teknik komunikasi dengan siswa serta langkah-langkah penanganan kasus yang berfokus pada pemulihan, bukan hanya hukuman.

“Sekolah harus menjadi tempat di mana anak merasa aman untuk menyampaikan pendapat, bertanya, atau bahkan melaporkan masalah. Kami juga mendorong peningkatan literasi perlindungan anak serta melibatkan orang tua dalam mendukung peran sekolah,” ungkap Nursyamsiarni. Hal ini bertujuan agar semua pihak—guru, staf sekolah, dan orang tua—bekerja sama dalam menciptakan budaya yang lebih inklusif dan ramah anak.

Nursyamsiarni juga mengingatkan bahwa pola kekerasan dan perundungan di sekolah kerap terjadi ketika sekolah tidak memiliki mekanisme pengawasan dan pencegahan yang kuat. Oleh karena itu, melalui IHT ini, DP3AKB berupaya untuk membangun kesadaran kolektif bahwa proses belajar tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada keamanan emosional dan fisik para siswa. “Sekolah harus bisa menjadi tempat yang aman, di mana anak-anak tidak merasa tertekan, apalagi sampai mengalami depresi atau tindakan yang lebih ekstrem, seperti bunuh diri,” jelasnya.

Dengan kegiatan ini, diharapkan para pendidik dapat lebih aktif dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan holistik anak-anak, sekaligus memberikan rasa aman bagi mereka. (deb)