ADV PEMKAB KUKAR Kutai Kartanegara

Ratusan Warga Tumpah Ruah di Beseprah Kukar

CAPTION: Suasana di Titik Nol Tenggarong, tepat di depan Museum Mulawarman, berubah menjadi lautan manusia dalam agenda Beseprah, pada Kamis (24/9/2025).


TENGGARONG – Suasana di Titik Nol Tenggarong, tepat di depan Museum Mulawarman, berubah menjadi lautan manusia pada Kamis (24/9/2025).

Ratusan warga Kutai Kartanegara (Kukar) tumpah ruah mengikuti tradisi Beseprah, salah satu ritual khas dalam rangkaian Festival Adat Erau yang selalu dinanti.

Tradisi makan bersama ini tidak sekadar menjadi ajang pesta rakyat, tetapi juga simbol kuat kebersamaan antara pemerintah, masyarakat, dan Kesultanan Kutai.

Tak ada sekat atau perbedaan derajat dalam acara ini — semua duduk lesehan di satu hamparan panjang menikmati sajian yang disiapkan bersama.

Bupati Kukar, Aulia Rahman Basri, menegaskan bahwa Beseprah bukan sekadar seremoni budaya, melainkan refleksi nilai kesetaraan dalam kehidupan sosial.

Ia menilai filosofi tradisi ini sejalan dengan semangat kepemimpinan yang melayani rakyat, bukan sebaliknya.

“Pemimpin hadir bukan untuk dilayani, melainkan melayani. Itulah inti Beseprah,” tegas Aulia.

Ia menambahkan, melalui Beseprah, masyarakat diajak untuk memperkuat rasa saling menghormati dan kebersamaan tanpa memandang status atau jabatan.

Menurutnya, tradisi ini menjadi pengingat bahwa kemajuan daerah hanya dapat dicapai melalui kolaborasi dan harmoni.

“Makna utama dari Beseprah adalah kebersamaan. Apa yang terhidang, itulah yang kita nikmati bersama,” tambahnya.

Hidangan yang tersaji dalam kegiatan ini berasal dari berbagai elemen, mulai dari organisasi perangkat daerah (OPD), organisasi masyarakat, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga Kesultanan Kutai.

Semua makanan dikumpulkan menjadi satu dan dinikmati bersama, menggambarkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Kukar.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, Puji Utomo, menegaskan bahwa Beseprah merupakan bagian penting dari identitas budaya Kutai.

Ia menilai, tradisi ini mencerminkan kesederhanaan dan nilai luhur masyarakat yang menjunjung kesetaraan.

“Beseprah mencerminkan gotong royong dan kesederhanaan. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi bersama rakyat,” ujarnya.

Puji menambahkan, Beseprah tidak hanya sekadar acara seremonial, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi, memperkenalkan kembali budaya Kutai kepada generasi muda, serta mengajarkan nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

“Tradisi ini adalah warisan dari Kesultanan Kutai. Ia harus terus dipertahankan agar generasi mendatang memahami bahwa kebersamaan adalah kekuatan terbesar masyarakat Kukar,” pungkasnya.

Dengan semangat itu, Beseprah kembali menjadi bukti nyata bahwa tradisi dapat menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini—menyatukan pemimpin dan rakyat dalam satu hamparan kebersamaan. (*)